Rabu, 20 Mei 2015

Gaya Umar Bin Khattab dalam memimpin

Beberapa hal penting yang harus kita teladani dari Kalifah Umar bin Khattab dalam memimpin adalah sebagai berikut:
 
Pertama, Musyawarah
Dalam bermusyawarah, Umar Radhiyallahu Anhu tidak pernah memposisikan dirinya sebagai penguasa. Ia meletakkan dirinya sebagai manusia yang sama kedudukannya dengan anggota musywarah lain.
Ketika ia meminta pendapat mengenai satu urusan, ia tidak pernah menunjukkan bahwa ia adalah pemegang kekuasaan, bahkan Umar selalu menanamkan perasan bahwa mereka adalah guru yang akan menunjukkannya ke jalan kebaikan, menyelamatkannya dari kesengsaraan hisab di akhirat, karena mereka membantunya dengan pendapat-pendapat mereka untuk memperjelas kebenaran.
Kedua, ‘APBN’ untuk Rakyat
Semua kekayaan negara dipergunakan untuk melayani rakyat. Kala itu, sesuai kebutuhan zaman, Umar mendirikan tembok-tembok dan benteng untuk melindungi kaum Muslimin. Umar juga membangun kota-kota untuk mensejahterakan seluruh rakyatnya.
Umar tidak pernah berpikir mengambil kesempatan atau keuntungan dari ‘APBN’ untuk kesenangan diri dan keluarganya. Malah Umar hidup dengan sangat zuhud, sehingga tidak tertarik dengan kemewahan, kenikmatan dan segala bentuk pujian manusia yang mudah kagum dengan harta benda.
Ketiga, Menjunjung tinggi kebebasan. Dalam satu muhasabahnya, Umar berkata pada dirinya sendiri, “Sejak kapan engkau memperbudak manusia, sedangkan mereka dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka?”
Menurut Umar, semua orang memiliki kemerdekaan sejak lahir ke dunia. Umar sama sekali tidak takut akan kebebasan bangsanya, tidak pula khawatir akan mengancamnya, bahkan ia mencintai kebebasan manusia itu sendiri, seperti cinta seorang yang mabuk kepayang serta menyanjungnya dengan penuh ketulusan.
Pemahaman kebebasan menurut Umar sangat sederhana dan bersifat universal. Kebebasan menurutnya adalah kebebasan kebenaran. Artinya, kebenearan berada di atas semua aturan. Kebenaran apa itu? Tentu kebenaran Islam, bukan kebenaran kebebasan yang disandarkan pada logika liberalisme.
Keempat, Siap mendengar kritik
Suatu hari Umar terlibat percakapan dengan salah seorang rakatnya, orang itu bersikeras dengan pendapatnya dan berkata kepada Amirul Mukminin, “Takutlah engkau kepada Allah.” Dan, orang itu mengatakan hal itu berulang kali.
Lalu, salah seorang sahabat Umar membentak laki-laki itu dengan berkata, “Celakalah engkau, engkau terlalu banyak bicara dengan Amirul Mukminin!”
Menyaksikan hal itu, Umar justru berkata, “Biarlah dia, tidak ada kebaikan dalam diri kalian jika kalian tidak mengatakannya, dan kita tidak ada kebaikan dalam diri kita jika tidak mendengarnya.”
Kelima, Terjun langsung mengatasi masalah rakyatnya
Sangat masyhur (populer) di kalangan umat Islam bahwa Umar adalah sosok pemimpin yang benar-benar merakyat. Tengah malam, saat orang terlelap, ia justru patroli, mengecek kondisi rakyatnya. “Jangan-jangan ada yang tidak bisa tidur karena lapar,” begitu mungkin pikirnya.
Begitu ia menemukan seorang ibu yang anak-anaknya menangis karena lapar, sedangkan tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak dan disuguhkan, dengan segenap daya Umar pergi ke Baitul Maal dan memikul sendiri sekarung gandum untuk kebutuhan makan keluarga tersebut.
Seperti itulah, setidaknya setiap pemimpin Muslim di negeri ini. Bekerja atas dasar iman, sehingga tidak ada yang didahulukan selain iman, takwa dan kesejahteraan rakyatnya. Ia ‘blusukan’ malam hari, bukan siang hari apalagi hanya sekedar dilihat orang, dia blusukan murni ikhlas.
 
pemimpin yang baik selalu memikirkan rakyatnya,, bagaimana kehidupan rakyatnya, bagaimana kesehatan rakyatnya, bagaimana pendidikan rakyatnya. Tidak memposisikan diri sebagai penguasa tapi sebagai manusia biasa. manusia biasa yang mampu menjadi pemimpin yang adil, bijaksana, dermawan, jujur dan amanah. inshaa Allah , amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar