Beberapa hal penting yang harus kita teladani dari Kalifah Umar bin Khattab dalam memimpin adalah sebagai berikut:
Pertama, Musyawarah
Dalam bermusyawarah, Umar Radhiyallahu
Anhu tidak pernah memposisikan dirinya sebagai penguasa. Ia meletakkan
dirinya sebagai manusia yang sama kedudukannya dengan anggota musywarah
lain.
Ketika ia meminta pendapat mengenai satu
urusan, ia tidak pernah menunjukkan bahwa ia adalah pemegang kekuasaan,
bahkan Umar selalu menanamkan perasan bahwa mereka adalah guru yang akan
menunjukkannya ke jalan kebaikan, menyelamatkannya dari kesengsaraan
hisab di akhirat, karena mereka membantunya dengan pendapat-pendapat
mereka untuk memperjelas kebenaran.
Kedua, ‘APBN’ untuk Rakyat
Semua kekayaan negara dipergunakan untuk
melayani rakyat. Kala itu, sesuai kebutuhan zaman, Umar mendirikan
tembok-tembok dan benteng untuk melindungi kaum Muslimin. Umar juga
membangun kota-kota untuk mensejahterakan seluruh rakyatnya.
Umar tidak pernah berpikir mengambil
kesempatan atau keuntungan dari ‘APBN’ untuk kesenangan diri dan
keluarganya. Malah Umar hidup dengan sangat zuhud, sehingga tidak
tertarik dengan kemewahan, kenikmatan dan segala bentuk pujian manusia
yang mudah kagum dengan harta benda.
Ketiga, Menjunjung tinggi
kebebasan. Dalam satu muhasabahnya, Umar berkata pada dirinya sendiri,
“Sejak kapan engkau memperbudak manusia, sedangkan mereka dilahirkan
ibunya dalam keadaan merdeka?”
Menurut Umar, semua orang memiliki
kemerdekaan sejak lahir ke dunia. Umar sama sekali tidak takut akan
kebebasan bangsanya, tidak pula khawatir akan mengancamnya, bahkan ia
mencintai kebebasan manusia itu sendiri, seperti cinta seorang yang
mabuk kepayang serta menyanjungnya dengan penuh ketulusan.
Pemahaman kebebasan menurut Umar sangat
sederhana dan bersifat universal. Kebebasan menurutnya adalah kebebasan
kebenaran. Artinya, kebenearan berada di atas semua aturan. Kebenaran
apa itu? Tentu kebenaran Islam, bukan kebenaran kebebasan yang
disandarkan pada logika liberalisme.
Keempat, Siap mendengar kritik
Suatu hari Umar terlibat percakapan dengan
salah seorang rakatnya, orang itu bersikeras dengan pendapatnya dan
berkata kepada Amirul Mukminin, “Takutlah engkau kepada Allah.” Dan,
orang itu mengatakan hal itu berulang kali.
Lalu, salah seorang sahabat Umar membentak
laki-laki itu dengan berkata, “Celakalah engkau, engkau terlalu banyak
bicara dengan Amirul Mukminin!”
Menyaksikan hal itu, Umar justru berkata,
“Biarlah dia, tidak ada kebaikan dalam diri kalian jika kalian tidak
mengatakannya, dan kita tidak ada kebaikan dalam diri kita jika tidak
mendengarnya.”
Kelima, Terjun langsung mengatasi masalah rakyatnya
Sangat masyhur (populer) di kalangan umat
Islam bahwa Umar adalah sosok pemimpin yang benar-benar merakyat. Tengah
malam, saat orang terlelap, ia justru patroli, mengecek kondisi
rakyatnya. “Jangan-jangan ada yang tidak bisa tidur karena lapar,”
begitu mungkin pikirnya.
Begitu ia menemukan seorang ibu yang
anak-anaknya menangis karena lapar, sedangkan tidak ada bahan makanan
yang bisa dimasak dan disuguhkan, dengan segenap daya Umar pergi ke
Baitul Maal dan memikul sendiri sekarung gandum untuk kebutuhan makan
keluarga tersebut.
Seperti itulah, setidaknya setiap pemimpin Muslim di negeri ini. Bekerja atas dasar iman, sehingga tidak ada yang didahulukan selain iman, takwa dan kesejahteraan rakyatnya. Ia ‘blusukan’ malam hari, bukan siang hari apalagi hanya sekedar dilihat orang, dia blusukan murni ikhlas.
Seperti itulah, setidaknya setiap pemimpin Muslim di negeri ini. Bekerja atas dasar iman, sehingga tidak ada yang didahulukan selain iman, takwa dan kesejahteraan rakyatnya. Ia ‘blusukan’ malam hari, bukan siang hari apalagi hanya sekedar dilihat orang, dia blusukan murni ikhlas.
pemimpin yang baik selalu memikirkan rakyatnya,, bagaimana kehidupan rakyatnya, bagaimana kesehatan rakyatnya, bagaimana pendidikan rakyatnya. Tidak memposisikan diri sebagai penguasa tapi sebagai manusia biasa. manusia biasa yang mampu menjadi pemimpin yang adil, bijaksana, dermawan, jujur dan amanah. inshaa Allah , amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar